GUNUNG SOJOL 3.226 Mdpl
Puncak Tertinggi Di Sulawesi Tengah
Gunung Sojol, bagian timur. Melangkahkan
kaki, dimulai dari titik 0 Mdpl, menjadi suatu keharusan yang tidak bisa
ditolak untuk mencapai puncak gunung tertinggi di Sulawesi Tengah itu. Berdiri
tegak, mengimbangi carier yang, sepertinya sebanding dengan berat badan ini,
telah menghelaikan nafas yang, tidak ber-spasi.
Dari titik nol itu, tim ekspedisi
bergerak, menuju pos 1, sebagai target awal dalam pendakian itu. Biasanya para
pendaki, menggunakan kendaraan roda dua menuju, hampir ke pos 1. Namun, tim
ekspedisi kali ini, berjalan, menantang tingginya emosi dan, teriknya matahari.
Burung-burungpenghibur, berkicau memekik telinga, menjadi penambah daya
semangat tim ekspedisi saat itu. Lagu-lagunya yang merdu, seakan membawa kami
kepersimpangan deker yang, berhiaskan lampu malam berwarna-warni. Daya pikat
Gunung Sojol semakin menjerat. Dimana, tubuh yang membawa barang-barang berat
tadi, semakin jauh semakin tidak terasa beban beratnya. Hingga, tim tiba di pos
I dengan, jarak tempuh kurang lebih 7 jam. Desa Pebounang juga, merupakan salah
satu desa di Kecamatan Palasa yang, harus dilewati ketika kita menempuh dijalur
timur.
Disinilah pos I ditetapkan dan, tim
ekspedisi menginap. Keramahan dari warga Pebounang semakin nampak, sambutan
tangan yang terbuka lebar menenangkan hati dan jiwa yang begitu lelah. Esoknya,
tim ekspedisi Gunung Sojol, kembali melanjutkan perjalanan. Setelah makan,
packing, tim ekspedisi berdoa sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing.
Jalur yang kami tempuh kali ini, merupakan bukit-bukit yang indah, pemukiman
warga-pun sesekali kami temui. Jarak antara pos I dan pos II begitu berdekatan,
hanya memakan waktu kurang lebih 3 jam. Sehingga, tim memutuskan untuk
melanjutkan perjalanan, menuju ke pos III. Hingga, sekitar pukul 17.32 wita,
tim ekspedisi Gunung Sojol sampai di pos III. Rasa lelah, letih, kini semakin
terasa, tapi rasa semangat yang tinggi seakan menguatkan mental tim ekspedisi.
Canda tawa-pun hadir disela-sela kesibukan mempersiapkan tidur nantinya.
Suasana persaudaraan kini semakin erat, ibarat pohon yang melekat pada tanah
yang subur di pegunungan Sojol itu. Remang-remang, bulan
sesekali mengintip disela-sela pohon yang sedikit agak basah.
Membutuhkan waktu untuk melihat seutuhnya,
begitu juga dengan masakan, sudah tidak sabar lagi melahapnya. Seperti hari
kemarin, pagi ini anggota tim bangun, sebelum matahari terbit dari balik gunung
arah barat. Suhunya yang dingin menyebabkan kami, harus bergegas, bergeser dari
rambu-rambu berbentuk panah. Pos IV menjadi sasaran tim ekspedisi kali ini. Tim
berangkat sekitar pukul 07.58 wita. Membutuhkan tenaga ekstra untuk melalui
jalur ini, sebab jalurnya sangat terjal dan licin. Sehingga, beberapa orang
dari tim ekspedisi terjatuh, terpontang-panting, tidak dapat mengimbangi tubuh
mereka.
Di pertengahan perjalanan mendapatkan
punggungan yang memiliki dua jalur, yaitu: jalur mudah dilalui dan, yang sangat
susah dilalui. Tapi kali ini tim memutuskan untuk melalui jalur yang susah itu,
sebab banyak pendaki-pendaki lain, hanya melalui jalur yang mudah. Dijalur ini,
tim menemui tiga punggungan yang, teramat menguras tenaga. Namun, satu hal yang
membuat tim terpaku, adalah pemandangan alam yang begitu indah, awan-awan
saling kejar tak punya finish. Belum lagi lautan luas, kebiru-biruan telah
menghipnotis kami dipunggungan itu. Dari punggungan itu, jalur mengarahkan tim
untuk turun ke sungai. Di sungai ini tim sejenak merendam sekujur tubuh yang,
sejak dua hari lalu hanya di basahi oleh keringat. “Jangan senang dulu yah..!!!
satu punggungan lagi yang, sedang menunggu kita di depan,” ungkap Ical, yang
merupakan salah satu anggota tim ekspedisi. Kembali mengambil cariel,
melanjutkan perjalanan dengan bermodalkan semangat tinggi.
Pos IV telah kami raih, dengan tantangan
medan dan emosi yang sempat kami lumpuhkan. Disinilah kami menginap, disamping
gereja, salah satu dusun di Desa Pebounang. Warga menawarkan beranekaragam
makanan: ubi, talas, jagung dan, menawarkan rica. Perbincangan dengan warga
makin serius, makin akrab, apalagi perbincangan itu menyangkut cara bercocok
tanam mereka. Suku Lauje yang mendiami wilayah itu, semenjak dahulu suku Lauje
bercocok tanam dengan melihat kondisi cuaca. Tanaman seperti apa yang cocok,
ketika musim setiap bulannya berganti. Sampai pada waktunya istirahat, warga
meninggalkan kami. Pagi tim ekspedisi terbangun, kembali melanjutkan perjalanan
menuju ke pos V. jalur kali ini adalah jalur menurun dan, menuju ke
sungai.
Sungai itu mengarahkan tim ekspedisi ke
jalur tanjakan sekaligus berbatu. Batu-batu itu menusuk telapak kaki, meskipun
bervariasi, namun batu itu telah memperlambat langkah kami. Hal lain yang
membuat langkah kami slow adalah lumpur. Lumpur bercampur tanjakan, sesekali
membuat kami mundur beberapa langkah. Telah lama tim menunggu moment seperti
ini, yaitu matahari terbenam di ufuk barat, dibayang-bayangi oleh awan yang,
semakin lama semakin menipis. Pancarannya terbagi beberapa arah: utara, utara
timur laut, timur laut, timur-timur laut, timur, timur menenggara, tenggara,
selatan menenggara, selatan, selatan barat laut, barat daya, barat-barat daya,
barat, barat laut, barat-barat laut, utara barat laut dan, utara. Tuhan telah
menunjukkan hasil ciptaannya yang begitu indah.
Fenomena yang begitu jarang kami temukan,
sehingga tidak ingin berpaling pandangan sebelum, pancaran sinarnya lenyap dan,
digantikan dengan bulan. Akhirnya tim tiba di pos V. Meraihnya memang tidak
mudah, cukup menguras tenaga. Saat itu matahari kelihatannya ingin menghilang
di sisi Barat Daya arah kami. Tim pun bergegas mendirikan tenda, dengan
kapasitas 6 orang. Suhu semakin dingin saja, sehingga memaksa kami untuk
membuat api unggun, sebagai pengusir dinginnya alam yang, beraromakan
persaudaraan. Pagi hari seperti biasanya tim berangkat menuju pos 6 yang
merupakan pos terakhir dari ekspedisi itu, setelah selesai packing semua
perbekalan tim berdoa dan melanjutkan perjalanan. Medan yang dilalui pun tak
berbeda jauh dengan medan-medan yang dilalui sebelumnya namun hutan disekitar
itu lebih rapat dari sebelumnya.
Pukul 03.30 tim sampai di pos 6, dan
memutuskan untuk menginap. Malam itu tak sabar untuk menunggu datangnya pagi
karena tinggal sehari lagi berjalan untuk mencapai puncak. Setelah pagi tiba
tim menyiapakan perlengkapan yang akan di gunakan dan selesai berdoa tim
berangkat menuju puncak, medan yang di lalui tentunya berbeda dengan medan
sebelumnya yang berlumpur dan berbatu, medan itu lebih banyak menemukan lumut
dan licin. Daya dukung semangat semakin besar, didorong oleh “khayalan” akan
triangulasi, yang beberapa hari telah menunggu kami. Rasa penasaran yang
semakin tinggi, sehingga spasi langkah makin tak teratur. Pukul 12.30 tim
sampai di puncak Sojol. Puncak yang didengung-dengunkan oleh setiap pendaki.
Triangulasi, yang seakan-akan ingin berbicara denganku “selamat datang” saat
itu. Pancaran sinar matahari, memang terlihat di gunung paling tinggi di
Sulawesi Tengah itu. Namun, dinginnya suhu seakan tak terhindari yang,
senantiasa merasuki tubuh kami. Tim sebagian besar, hanya menghabiskan waktu
untuk mengabadikan jejak kaki kami di samping triangulasi.
Setelah selesai ambil dokumentasi, tim
kembali dengan perasaan legah. Tim harus bergegas pulang, setelah puas
mengambil moment terendah dan berkesan itu. Di dalam perjalanan pulang, tak
sedikit anggota tim terpeleset, karena medan yang licin, sangar, menantang,
juga berlumpur. Akhirnya, tim tiba di pos VI, sekitar pukul 03.00, dan
memutuskan untuk menginap semalam lagi. Pagi pukul 07.00, tim berangkat menuju
perjalanan pulang, sekitar 3 jam berjalan menurun, pos V sudah di depan mata.
Tim memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, karena melihat waktu masih cukup
untuk melanjutkan. Sebelum tiba di pos 4 tim sejenak membersihkan diri
disungai. Tepat jam 12.00, akhirnya tim sampai di pos 4, dan memutuskan untuk
tidak melanjutkan perjalanan dan menginap di samping gereja.
Desa Pebounang nama yang telah disebutkan
diatas. Malam itu banyak warga yang antusias untuk menanyakan tentang
perjalanan tim. Komunikasi kami dan warga sangat lancar karena semua warga
senang dan sangat ramah. Tiba waktu istirahat warga pun meninggalkan kami. Dan
perjalan besok di lanjutkan lebih awal. Pagi hari. Pagi yang cerah menurutku,
kicauan burung mulai memekik telinga, setelah semalaman tertidur lelap. Dipohon
rindang, berdiri kokoh tempat mereka bersarang. Burung-burung itu terlihat
senang, karena rumah mereka tidak terancam oleh suara gauman sensor, yang akan
menghilangkan sumber kehidupan mereka. Pada pukul 06.00, tim berangkat
meninggalkan Desa Pebounag dan semua warganya. Dalam perjalan pulang tim
memilih jalur yang lebih mudah di lalui. Jalur “sumpit” adalah penyebutan jalur
itu. Jalurnya agak sedikit licin, dibasahi oleh embun pagi, maklum, masih dalam
ketinggian.
Indah, suasana yang mungkin tak terlupakan
bagiku, sebab ada beberapa anggota tim bergantian menyambarkan pantatnya di
tanah, yang agak sedikit basah. Yahhh…!!! Itulah moment, yang teramat lucu
bagiku. Pecahan-pecahan suara tertawa terdengar dari arah belakang dan depan.
Akhirnya, sekitar pukul 02.00, tim sampai di pos I, yang merupakan tempat
nginap pertama. Tim hanya menghabiskan waktu untuk beristirahat kurang-lebih 30
menit. Dan melanjutkan perjalanan menuju Desa Bobalo. Sekitar pukul 04.00 tim
sampai di Desa Bobalo. Di desa itu kami berbagi cerita, bersama warga dan
kawan-kawan lain.
Sekian dan terimakasih atas kunjungannya semoga bermanfaat salam lestari...