Senin, 07 November 2016

Gunung sojol 3.226 mdpl

GUNUNG SOJOL 3.226 Mdpl

Puncak Tertinggi Di Sulawesi Tengah


Gunung Sojol, bagian timur. Melangkahkan kaki, dimulai dari titik 0 Mdpl, menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditolak untuk mencapai puncak gunung tertinggi di Sulawesi Tengah itu. Berdiri tegak, mengimbangi carier yang, sepertinya sebanding dengan berat badan ini, telah menghelaikan nafas yang, tidak ber-spasi. 

Dari titik nol itu, tim ekspedisi bergerak, menuju pos 1, sebagai target awal dalam pendakian itu. Biasanya para pendaki, menggunakan kendaraan roda dua menuju, hampir ke pos 1. Namun, tim ekspedisi kali ini, berjalan, menantang tingginya emosi dan, teriknya matahari. Burung-burungpenghibur, berkicau memekik telinga, menjadi penambah daya semangat tim ekspedisi saat itu. Lagu-lagunya yang merdu, seakan membawa kami kepersimpangan deker yang, berhiaskan lampu malam berwarna-warni. Daya pikat Gunung Sojol semakin menjerat. Dimana, tubuh yang membawa barang-barang berat tadi, semakin jauh semakin tidak terasa beban beratnya. Hingga, tim tiba di pos I dengan, jarak tempuh kurang lebih 7 jam. Desa Pebounang juga, merupakan salah satu desa di Kecamatan Palasa yang, harus dilewati ketika kita menempuh dijalur timur. 
Disinilah pos I ditetapkan dan, tim ekspedisi menginap. Keramahan dari warga Pebounang semakin nampak, sambutan tangan yang terbuka lebar menenangkan hati dan jiwa yang begitu lelah. Esoknya, tim ekspedisi Gunung Sojol, kembali melanjutkan perjalanan. Setelah makan, packing, tim ekspedisi berdoa sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing. Jalur yang kami tempuh kali ini, merupakan bukit-bukit yang indah, pemukiman warga-pun sesekali kami temui. Jarak antara pos I dan pos II begitu berdekatan, hanya memakan waktu kurang lebih 3 jam. Sehingga, tim memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, menuju ke pos III. Hingga, sekitar pukul 17.32 wita, tim ekspedisi Gunung Sojol sampai di pos III. Rasa lelah, letih, kini semakin terasa, tapi rasa semangat yang tinggi seakan menguatkan mental tim ekspedisi. Canda tawa-pun hadir disela-sela kesibukan mempersiapkan tidur nantinya. Suasana persaudaraan kini semakin erat, ibarat pohon yang melekat pada tanah yang subur di pegunungan Sojol itu. Remang-remang, bulan sesekali mengintip disela-sela pohon yang sedikit agak basah. 
Membutuhkan waktu untuk melihat seutuhnya, begitu juga dengan masakan, sudah tidak sabar lagi melahapnya. Seperti hari kemarin, pagi ini anggota tim bangun, sebelum matahari terbit dari balik gunung arah barat. Suhunya yang dingin menyebabkan kami, harus bergegas, bergeser dari rambu-rambu berbentuk panah. Pos IV menjadi sasaran tim ekspedisi kali ini. Tim berangkat sekitar pukul 07.58 wita. Membutuhkan tenaga ekstra untuk melalui jalur ini, sebab jalurnya sangat terjal dan licin. Sehingga, beberapa orang dari tim ekspedisi terjatuh, terpontang-panting, tidak dapat mengimbangi tubuh mereka. 

Di pertengahan perjalanan mendapatkan punggungan yang memiliki dua jalur, yaitu: jalur mudah dilalui dan, yang sangat susah dilalui. Tapi kali ini tim memutuskan untuk melalui jalur yang susah itu, sebab banyak pendaki-pendaki lain, hanya melalui jalur yang mudah. Dijalur ini, tim menemui tiga punggungan yang, teramat menguras tenaga. Namun, satu hal yang membuat tim terpaku, adalah pemandangan alam yang begitu indah, awan-awan saling kejar tak punya finish. Belum lagi lautan luas, kebiru-biruan telah menghipnotis kami dipunggungan itu. Dari punggungan itu, jalur mengarahkan tim untuk turun ke sungai. Di sungai ini tim sejenak merendam sekujur tubuh yang, sejak dua hari lalu hanya di basahi oleh keringat. “Jangan senang dulu yah..!!! satu punggungan lagi yang, sedang menunggu kita di depan,” ungkap Ical, yang merupakan salah satu anggota tim ekspedisi. Kembali mengambil cariel, melanjutkan perjalanan dengan bermodalkan semangat tinggi. 

Pos IV telah kami raih, dengan tantangan medan dan emosi yang sempat kami lumpuhkan. Disinilah kami menginap, disamping gereja, salah satu dusun di Desa Pebounang. Warga menawarkan beranekaragam makanan: ubi, talas, jagung dan, menawarkan rica. Perbincangan dengan warga makin serius, makin akrab, apalagi perbincangan itu menyangkut cara bercocok tanam mereka. Suku Lauje yang mendiami wilayah itu, semenjak dahulu suku Lauje bercocok tanam dengan melihat kondisi cuaca. Tanaman seperti apa yang cocok, ketika musim setiap bulannya berganti. Sampai pada waktunya istirahat, warga meninggalkan kami. Pagi tim ekspedisi terbangun, kembali melanjutkan perjalanan menuju ke pos V. jalur kali ini adalah jalur menurun dan, menuju ke sungai. 

Sungai itu mengarahkan tim ekspedisi ke jalur tanjakan sekaligus berbatu. Batu-batu itu menusuk telapak kaki, meskipun bervariasi, namun batu itu telah memperlambat langkah kami. Hal lain yang membuat langkah kami slow adalah lumpur. Lumpur bercampur tanjakan, sesekali membuat kami mundur beberapa langkah. Telah lama tim menunggu moment seperti ini, yaitu matahari terbenam di ufuk barat, dibayang-bayangi oleh awan yang, semakin lama semakin menipis. Pancarannya terbagi beberapa arah: utara, utara timur laut, timur laut, timur-timur laut, timur, timur menenggara, tenggara, selatan menenggara, selatan, selatan barat laut, barat daya, barat-barat daya, barat, barat laut, barat-barat laut, utara barat laut dan, utara. Tuhan telah menunjukkan hasil ciptaannya yang begitu indah. 

Fenomena yang begitu jarang kami temukan, sehingga tidak ingin berpaling pandangan sebelum, pancaran sinarnya lenyap dan, digantikan dengan bulan. Akhirnya tim tiba di pos V. Meraihnya memang tidak mudah, cukup menguras tenaga. Saat itu matahari kelihatannya ingin menghilang di sisi Barat Daya arah kami. Tim pun bergegas mendirikan tenda, dengan kapasitas 6 orang. Suhu semakin dingin saja, sehingga memaksa kami untuk membuat api unggun, sebagai pengusir dinginnya alam yang, beraromakan persaudaraan. Pagi hari seperti biasanya tim berangkat menuju pos 6 yang merupakan pos terakhir dari ekspedisi itu, setelah selesai packing semua perbekalan tim berdoa dan melanjutkan perjalanan. Medan yang dilalui pun tak berbeda jauh dengan medan-medan yang dilalui sebelumnya namun hutan disekitar itu lebih rapat dari sebelumnya. 

Pukul 03.30 tim sampai di pos 6, dan memutuskan untuk menginap. Malam itu tak sabar untuk menunggu datangnya pagi karena tinggal sehari lagi berjalan untuk mencapai puncak. Setelah pagi tiba tim menyiapakan perlengkapan yang akan di gunakan dan selesai berdoa tim berangkat menuju puncak, medan yang di lalui tentunya berbeda dengan medan sebelumnya yang berlumpur dan berbatu, medan itu lebih banyak menemukan lumut dan licin. Daya dukung semangat semakin besar, didorong oleh “khayalan” akan triangulasi, yang beberapa hari telah menunggu kami. Rasa penasaran yang semakin tinggi, sehingga spasi langkah makin tak teratur. Pukul 12.30 tim sampai di puncak Sojol. Puncak yang didengung-dengunkan oleh setiap pendaki. Triangulasi, yang seakan-akan ingin berbicara denganku “selamat datang” saat itu. Pancaran sinar matahari, memang terlihat di gunung paling tinggi di Sulawesi Tengah itu. Namun, dinginnya suhu seakan tak terhindari yang, senantiasa merasuki tubuh kami. Tim sebagian besar, hanya menghabiskan waktu untuk mengabadikan jejak kaki kami di samping triangulasi. 

Setelah selesai ambil dokumentasi, tim kembali dengan perasaan legah. Tim harus bergegas pulang, setelah puas mengambil moment terendah dan berkesan itu. Di dalam perjalanan pulang, tak sedikit anggota tim terpeleset, karena medan yang licin, sangar, menantang, juga berlumpur. Akhirnya, tim tiba di pos VI, sekitar pukul 03.00, dan memutuskan untuk menginap semalam lagi. Pagi pukul 07.00, tim berangkat menuju perjalanan pulang, sekitar 3 jam berjalan menurun, pos V sudah di depan mata. Tim memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, karena melihat waktu masih cukup untuk melanjutkan. Sebelum tiba di pos 4 tim sejenak membersihkan diri disungai. Tepat jam 12.00, akhirnya tim sampai di pos 4, dan memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan dan menginap di samping gereja. 

Desa Pebounang nama yang telah disebutkan diatas. Malam itu banyak warga yang antusias untuk menanyakan tentang perjalanan tim. Komunikasi kami dan warga sangat lancar karena semua warga senang dan sangat ramah. Tiba waktu istirahat warga pun meninggalkan kami. Dan perjalan besok di lanjutkan lebih awal. Pagi hari. Pagi yang cerah menurutku, kicauan burung mulai memekik telinga, setelah semalaman tertidur lelap. Dipohon rindang, berdiri kokoh tempat mereka bersarang. Burung-burung itu terlihat senang, karena rumah mereka tidak terancam oleh suara gauman sensor, yang akan menghilangkan sumber kehidupan mereka. Pada pukul 06.00, tim berangkat meninggalkan Desa Pebounag dan semua warganya. Dalam perjalan pulang tim memilih jalur yang lebih mudah di lalui. Jalur “sumpit” adalah penyebutan jalur itu. Jalurnya agak sedikit licin, dibasahi oleh embun pagi, maklum, masih dalam ketinggian. 

Indah, suasana yang mungkin tak terlupakan bagiku, sebab ada beberapa anggota tim bergantian menyambarkan pantatnya di tanah, yang agak sedikit basah. Yahhh…!!! Itulah moment, yang teramat lucu bagiku. Pecahan-pecahan suara tertawa terdengar dari arah belakang dan depan. Akhirnya, sekitar pukul 02.00, tim sampai di pos I, yang merupakan tempat nginap pertama. Tim hanya menghabiskan waktu untuk beristirahat kurang-lebih 30 menit. Dan melanjutkan perjalanan menuju Desa Bobalo. Sekitar pukul 04.00 tim sampai di Desa Bobalo. Di desa itu kami berbagi cerita, bersama warga dan kawan-kawan lain. 

Peta :




Sekian dan terimakasih atas kunjungannya semoga bermanfaat salam lestari...




Tidak ada komentar:

Posting Komentar