Selasa, 08 November 2016

Tips membuat bivak 2

Tips Membuat Bivak 2

 Bivak adalah tempat untuk istirahat yang aman

1. Perhatikanlah kondisi sekitar
Kita perlu memperhatikan kondisi sekitar dalam membuat bivak. Ada beberapa hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan, semisal:
  • Hindari mendirikan bivak di tempat yang terbuka terhadap terpaan angin
  • Carilah tempat datar dan kering untuk kenyamanan saat tidur. Untuk daerah lembab, buatlah alas yang tebal dari dedaunan atau sejenisnya untuk menghalangi kelembaban, atau bisa membuat panggung sederhana
  • Jika mendirikan bivak di bawah pohon besar, hindari pohon yang telah lapuk dan rapuh, hal ini berbahaya ketika pohon tersebut tumbang. Carilah juga tempat di bawah pohon yang terkena sinar matahari
  • Hindari membuat bivak pada lereng atau lembah, berbahaya ketika terjadi hujan yang bisa memicu banjir atau longsor
  • Hindari membuat bivak dengan jarak yang terlalu dekat dengan sungai, karena biasanya sungai menjadi jalur binatang. Juga guna menghindari ketika air sungai meluap.
  • Hindari tempat yang berdekatan sarang nyamuk atau serangga lainnya, terlebih daerah yang dikerumungi lalat. Lalat bisa dijadikan indikator kebersihan sebuah area, apakah sehat untuk dijadikan tempat tinggal sementara atau tidak.

2. Carilah fasilitas yang disediakan oleh alam

Fasilitas yang dimaksudkan adalah seperti pohon, dahan, ranting, dedaunan, goa atau lubang yang ada di sekitar kita. Hal yang perlu kita perhatikan ketika memilih gua adalah bahwa gua tersebut bukan tempat persembunyian atau sarang binatang. Gua yang mengandung gas beracun juga perlu kita hindari, cara untuk mengetahuinya adalah menggunakan obor. Apabila obor tersebut tetap menyala dalam gua, bisa disimpulkan tidak ada gas beracun di sekitarnya karena api obor memerlukan oksigen untuk tetap menyala.

3. Memeriksa perlengkapan

Kita juga harus memeriksa perlengkapan yang dibawa ketika akan membuat bivak di alam bebas. Semisal jas hujan, ponco, flysheet, tali, pisau, plastik atau benda-benda lainnya yang bisa kita gunakan. Semakin lengkap perlengkapan yang kita bawa, maka akan semakin sedikit kita merubah alam sekitar.
4. Dirikan Bivak yang Layak 
Bivak yang layak setidaknya memenuhi syarat-syarat berikut :
  • Usahakan bivak jangan sampai bocor
  • Lokasi yang aman, nyaman dan strategis
  • Jangan terlalu merusak alam sekitarnya, gunakanlah fasilitas di alam sesuai dengan kebutuhan
  • Buatlah tempat untuk menyalakan api unggun dan memasak
  • Buatlah parit di sekeliling bivak agar air tidak masuk ke dalam bivak

5. Gunakan peralatan pendukung

Bivak tidak bisa mengisolir kita dari suhu udara yang ada di luar bivak. Semisal ketika hari sudah mulai malam, maka kita harus tetap menjaga suhu tubuh kita dengan pakaian hangat dan makanan yang cukup. Gantungkan senter untuk menerangi bagian dalam bivak, sehingga akan mempermudah pergerakan di dalam bivak.



Terimakasih Atas Kunjungannya Semoga Bermanfaat Salam lestari...






Senin, 07 November 2016

Gunung mekongga 2.790 mdpl

GUNUNG  MEKONGGA 2.790 Mdpl
Puncak Tertinggi Di Sulawesi Tenggara

Membentang di sisi utara wilayah Kabupaten Kolaka Utara. Kawasan pegunungan ini merupakan jajaran pegunungan Verbeck yang puncak-puncaknya terdiri dari jenis batuan karst dataran tinggi. dengann puncak tertinggi 2.790 meter dpl, gunung ini merupakan gunung tertinggi di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Secara geologis wilayah pegunungan ini terbentuk dari atol yang terangkat sekitar ratusan juta tahun yang lalu. Fenomena ini kemudian memberi ruang bagi jenis flora dan fauna yang khas yang kemudian menjadi biota endemic yang hanya terdapat di wilayah ini.

Pegunungan Mekongga, juga ideal untuk kegiatan trekking. Untuk mencapai pegunungan ini dimulai dari Kota Kendari yang merupakan ibukota Sulawesi Tenggara, kemudian dari sana dilanjutkan dengan menggunakan angkutan bus dengan tarif Rp.50.000,- per orang menuju Kecamatan Ranteangin, Kabupaten Kolaka Utara. Waktu tempuh Kendari - Kolaka Utara adalah sekitar 6 jam melewati jalan poros propinsi yang cukup baik. Setelah itu menuju Desa Tinukari sekitar satu jam. 

Dari Desa Tinukari pegunungan Mekongga terlihat cukup jelas. Desa yang dihuni oleh suku Tolaki Mekongga yang merupakan turunan dari kerajaan Mekongga. Jalur pendakian hanya ada desa Tinukari ini.

Menuju Camp Satu




Perjalanan dimulai setelah menyelusuri jalan aspal desa, lalu ke jalan setapak melalui perkebunan kakao warga. Beberapa menit kemudian para pendaki akan menemukan  sebuah sungai dengan lebar sekitar 10 meter dan arusnya cukup deras. Melewati sungai harus melalui jembatan titian dan ada juga perahu rakit milik warga.  Sungai yang dilalui merupakan percabangan dua besar masing-masing sungai Mosembo dan sungai Tinukari. 




Selepas daerah sungai ini, para pendaki akan melalui jalan setapak di hutan dengan jalur yang cukup menanjak. Sepanjang perjalanan, akan banyak dijumpai tanaman rotan dan tanaman sejenis perdu. Sekitar 2 jam perjalanan, berikutnya akan ditemui jalan yang dulu dibuat perusahaan PT HBI, yaitu sebuah perusahaan kayu yang beroperasi tahun 1996. Perusahaan ini ditutup setelah mendapat protes keras dari masyarakat akibat kerusakan lingkungan yang ditimbukannya. 




Sepanjang jalan ini tampak sudah  tertutup semak belukar serta banyak ditemukan kotoran sapi. Konon sapi-sapi ini milik DI/TII dulu. Sapi-sapi tersebut sengaja dilepas di hutan ini sebagai ransum para tentara DI/TII jaman perang. Saat mencapai camp satu, kita akan menemukan  sebuah pondok kayu milik pencari rotan yang berada pada ketinggian 490 m dpl. Waktu tempuh dari desa Tinukari ke camp satu sekitar 7 jam.

Jalur pendakian camp satu ke camp dua masih menggunakan jalur jalan PT HBI. Camp dua sendiri berada  berada pada ketinggian 1.480 m dpl.m dpl. Di lokasi ini panorama mulai terbuka luas. Disekitar kawasan banyak ditemukan vegetasi tumbuhan kayu, perdu, lumut dan kantong semar. Di sisi timur punggung-punggung pegunungan Mekongga. 

Setelah meninggalkan jalur logging PT HBI, para pendaki akan menyaksikan gunung Mosembo  diketinggian 1.900 m dpl. Jalur pendakian sedikit berliku dan naik turun punggungan. Para pendaki harus benar-benar jeli agar tidak salah menaiki punggungan, karena bentuk punggungan gunung ini cukup mirip. Dari jalan setapak para pendaki akan mencapai daerah bebatuan yang di sebut Musero-sero diketinggian 2.320 m dpl. 




Daerah Mosero-sero ini, oleh penduduk setempat diyakini merupakan pusat kerajaan jin. Disini terdapat sebuah batu yang seperti meriam dan moncongnya menghadap arah kiblat. Di daerah ini dapat  disaksikan tebing-tebing batu yang kokoh. Setelah sehari berjalan baru para pendaki akan mencapai camp tiga. Di camp tiga ini lokasinya berupa dataran seluas lapangan bulu tangkis yang berada di puncak bukit. Ketinggiannya mencapai 2.520 m dpl. Nah, dari Camp III inilah pendaki akan melihat dengan jelas  puncak gunung mekongga yang agung.

Puncak gunung Mekongga berupa batuan gamping, untuk menuju kesana harus beberapa kali berpindah punggungan dengan cara melipir. Mendekati puncak para pendaki akan dihadapkan oleh sebuah tebing curam, tidak ada jalan lain menuju puncak mekongga selain harus memanjat tebing. Tantangan cukup sulit dan butuh tehnik tinggi dan ekstra hati-hati karena bebatuan tebing di sana cukup rapuh dan mudah lepas. Puncak Mekongga sendiri berupa hamparan bebatuan tajam yang cukup luas. Sejumlah Mahasiswa Pencinta Alamdi sulawesi tenggara kerap menjadikan Gunung Mekongga sebagai lakosi pendakian, bahkan dari mereka jalur pendakian dirintis sejak tahun 1990-an. 

Tidak ada aturan khusus untuk mendaki gunung ini, tapi ada baiknya anda melengkapi diri dengan surat jalan dari organisasi atau bila perlu dari kepolisian tempat asal. Selebihnya kita cukup minta ijin pada Kepala Desa Tinukari.


Terimakasih Atas Kunjungannya Semoga Bermanfaat Salam Lestari...








Gunung sojol 3.226 mdpl

GUNUNG SOJOL 3.226 Mdpl

Puncak Tertinggi Di Sulawesi Tengah


Gunung Sojol, bagian timur. Melangkahkan kaki, dimulai dari titik 0 Mdpl, menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditolak untuk mencapai puncak gunung tertinggi di Sulawesi Tengah itu. Berdiri tegak, mengimbangi carier yang, sepertinya sebanding dengan berat badan ini, telah menghelaikan nafas yang, tidak ber-spasi. 

Dari titik nol itu, tim ekspedisi bergerak, menuju pos 1, sebagai target awal dalam pendakian itu. Biasanya para pendaki, menggunakan kendaraan roda dua menuju, hampir ke pos 1. Namun, tim ekspedisi kali ini, berjalan, menantang tingginya emosi dan, teriknya matahari. Burung-burungpenghibur, berkicau memekik telinga, menjadi penambah daya semangat tim ekspedisi saat itu. Lagu-lagunya yang merdu, seakan membawa kami kepersimpangan deker yang, berhiaskan lampu malam berwarna-warni. Daya pikat Gunung Sojol semakin menjerat. Dimana, tubuh yang membawa barang-barang berat tadi, semakin jauh semakin tidak terasa beban beratnya. Hingga, tim tiba di pos I dengan, jarak tempuh kurang lebih 7 jam. Desa Pebounang juga, merupakan salah satu desa di Kecamatan Palasa yang, harus dilewati ketika kita menempuh dijalur timur. 
Disinilah pos I ditetapkan dan, tim ekspedisi menginap. Keramahan dari warga Pebounang semakin nampak, sambutan tangan yang terbuka lebar menenangkan hati dan jiwa yang begitu lelah. Esoknya, tim ekspedisi Gunung Sojol, kembali melanjutkan perjalanan. Setelah makan, packing, tim ekspedisi berdoa sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing. Jalur yang kami tempuh kali ini, merupakan bukit-bukit yang indah, pemukiman warga-pun sesekali kami temui. Jarak antara pos I dan pos II begitu berdekatan, hanya memakan waktu kurang lebih 3 jam. Sehingga, tim memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, menuju ke pos III. Hingga, sekitar pukul 17.32 wita, tim ekspedisi Gunung Sojol sampai di pos III. Rasa lelah, letih, kini semakin terasa, tapi rasa semangat yang tinggi seakan menguatkan mental tim ekspedisi. Canda tawa-pun hadir disela-sela kesibukan mempersiapkan tidur nantinya. Suasana persaudaraan kini semakin erat, ibarat pohon yang melekat pada tanah yang subur di pegunungan Sojol itu. Remang-remang, bulan sesekali mengintip disela-sela pohon yang sedikit agak basah. 
Membutuhkan waktu untuk melihat seutuhnya, begitu juga dengan masakan, sudah tidak sabar lagi melahapnya. Seperti hari kemarin, pagi ini anggota tim bangun, sebelum matahari terbit dari balik gunung arah barat. Suhunya yang dingin menyebabkan kami, harus bergegas, bergeser dari rambu-rambu berbentuk panah. Pos IV menjadi sasaran tim ekspedisi kali ini. Tim berangkat sekitar pukul 07.58 wita. Membutuhkan tenaga ekstra untuk melalui jalur ini, sebab jalurnya sangat terjal dan licin. Sehingga, beberapa orang dari tim ekspedisi terjatuh, terpontang-panting, tidak dapat mengimbangi tubuh mereka. 

Di pertengahan perjalanan mendapatkan punggungan yang memiliki dua jalur, yaitu: jalur mudah dilalui dan, yang sangat susah dilalui. Tapi kali ini tim memutuskan untuk melalui jalur yang susah itu, sebab banyak pendaki-pendaki lain, hanya melalui jalur yang mudah. Dijalur ini, tim menemui tiga punggungan yang, teramat menguras tenaga. Namun, satu hal yang membuat tim terpaku, adalah pemandangan alam yang begitu indah, awan-awan saling kejar tak punya finish. Belum lagi lautan luas, kebiru-biruan telah menghipnotis kami dipunggungan itu. Dari punggungan itu, jalur mengarahkan tim untuk turun ke sungai. Di sungai ini tim sejenak merendam sekujur tubuh yang, sejak dua hari lalu hanya di basahi oleh keringat. “Jangan senang dulu yah..!!! satu punggungan lagi yang, sedang menunggu kita di depan,” ungkap Ical, yang merupakan salah satu anggota tim ekspedisi. Kembali mengambil cariel, melanjutkan perjalanan dengan bermodalkan semangat tinggi. 

Pos IV telah kami raih, dengan tantangan medan dan emosi yang sempat kami lumpuhkan. Disinilah kami menginap, disamping gereja, salah satu dusun di Desa Pebounang. Warga menawarkan beranekaragam makanan: ubi, talas, jagung dan, menawarkan rica. Perbincangan dengan warga makin serius, makin akrab, apalagi perbincangan itu menyangkut cara bercocok tanam mereka. Suku Lauje yang mendiami wilayah itu, semenjak dahulu suku Lauje bercocok tanam dengan melihat kondisi cuaca. Tanaman seperti apa yang cocok, ketika musim setiap bulannya berganti. Sampai pada waktunya istirahat, warga meninggalkan kami. Pagi tim ekspedisi terbangun, kembali melanjutkan perjalanan menuju ke pos V. jalur kali ini adalah jalur menurun dan, menuju ke sungai. 

Sungai itu mengarahkan tim ekspedisi ke jalur tanjakan sekaligus berbatu. Batu-batu itu menusuk telapak kaki, meskipun bervariasi, namun batu itu telah memperlambat langkah kami. Hal lain yang membuat langkah kami slow adalah lumpur. Lumpur bercampur tanjakan, sesekali membuat kami mundur beberapa langkah. Telah lama tim menunggu moment seperti ini, yaitu matahari terbenam di ufuk barat, dibayang-bayangi oleh awan yang, semakin lama semakin menipis. Pancarannya terbagi beberapa arah: utara, utara timur laut, timur laut, timur-timur laut, timur, timur menenggara, tenggara, selatan menenggara, selatan, selatan barat laut, barat daya, barat-barat daya, barat, barat laut, barat-barat laut, utara barat laut dan, utara. Tuhan telah menunjukkan hasil ciptaannya yang begitu indah. 

Fenomena yang begitu jarang kami temukan, sehingga tidak ingin berpaling pandangan sebelum, pancaran sinarnya lenyap dan, digantikan dengan bulan. Akhirnya tim tiba di pos V. Meraihnya memang tidak mudah, cukup menguras tenaga. Saat itu matahari kelihatannya ingin menghilang di sisi Barat Daya arah kami. Tim pun bergegas mendirikan tenda, dengan kapasitas 6 orang. Suhu semakin dingin saja, sehingga memaksa kami untuk membuat api unggun, sebagai pengusir dinginnya alam yang, beraromakan persaudaraan. Pagi hari seperti biasanya tim berangkat menuju pos 6 yang merupakan pos terakhir dari ekspedisi itu, setelah selesai packing semua perbekalan tim berdoa dan melanjutkan perjalanan. Medan yang dilalui pun tak berbeda jauh dengan medan-medan yang dilalui sebelumnya namun hutan disekitar itu lebih rapat dari sebelumnya. 

Pukul 03.30 tim sampai di pos 6, dan memutuskan untuk menginap. Malam itu tak sabar untuk menunggu datangnya pagi karena tinggal sehari lagi berjalan untuk mencapai puncak. Setelah pagi tiba tim menyiapakan perlengkapan yang akan di gunakan dan selesai berdoa tim berangkat menuju puncak, medan yang di lalui tentunya berbeda dengan medan sebelumnya yang berlumpur dan berbatu, medan itu lebih banyak menemukan lumut dan licin. Daya dukung semangat semakin besar, didorong oleh “khayalan” akan triangulasi, yang beberapa hari telah menunggu kami. Rasa penasaran yang semakin tinggi, sehingga spasi langkah makin tak teratur. Pukul 12.30 tim sampai di puncak Sojol. Puncak yang didengung-dengunkan oleh setiap pendaki. Triangulasi, yang seakan-akan ingin berbicara denganku “selamat datang” saat itu. Pancaran sinar matahari, memang terlihat di gunung paling tinggi di Sulawesi Tengah itu. Namun, dinginnya suhu seakan tak terhindari yang, senantiasa merasuki tubuh kami. Tim sebagian besar, hanya menghabiskan waktu untuk mengabadikan jejak kaki kami di samping triangulasi. 

Setelah selesai ambil dokumentasi, tim kembali dengan perasaan legah. Tim harus bergegas pulang, setelah puas mengambil moment terendah dan berkesan itu. Di dalam perjalanan pulang, tak sedikit anggota tim terpeleset, karena medan yang licin, sangar, menantang, juga berlumpur. Akhirnya, tim tiba di pos VI, sekitar pukul 03.00, dan memutuskan untuk menginap semalam lagi. Pagi pukul 07.00, tim berangkat menuju perjalanan pulang, sekitar 3 jam berjalan menurun, pos V sudah di depan mata. Tim memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, karena melihat waktu masih cukup untuk melanjutkan. Sebelum tiba di pos 4 tim sejenak membersihkan diri disungai. Tepat jam 12.00, akhirnya tim sampai di pos 4, dan memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan dan menginap di samping gereja. 

Desa Pebounang nama yang telah disebutkan diatas. Malam itu banyak warga yang antusias untuk menanyakan tentang perjalanan tim. Komunikasi kami dan warga sangat lancar karena semua warga senang dan sangat ramah. Tiba waktu istirahat warga pun meninggalkan kami. Dan perjalan besok di lanjutkan lebih awal. Pagi hari. Pagi yang cerah menurutku, kicauan burung mulai memekik telinga, setelah semalaman tertidur lelap. Dipohon rindang, berdiri kokoh tempat mereka bersarang. Burung-burung itu terlihat senang, karena rumah mereka tidak terancam oleh suara gauman sensor, yang akan menghilangkan sumber kehidupan mereka. Pada pukul 06.00, tim berangkat meninggalkan Desa Pebounag dan semua warganya. Dalam perjalan pulang tim memilih jalur yang lebih mudah di lalui. Jalur “sumpit” adalah penyebutan jalur itu. Jalurnya agak sedikit licin, dibasahi oleh embun pagi, maklum, masih dalam ketinggian. 

Indah, suasana yang mungkin tak terlupakan bagiku, sebab ada beberapa anggota tim bergantian menyambarkan pantatnya di tanah, yang agak sedikit basah. Yahhh…!!! Itulah moment, yang teramat lucu bagiku. Pecahan-pecahan suara tertawa terdengar dari arah belakang dan depan. Akhirnya, sekitar pukul 02.00, tim sampai di pos I, yang merupakan tempat nginap pertama. Tim hanya menghabiskan waktu untuk beristirahat kurang-lebih 30 menit. Dan melanjutkan perjalanan menuju Desa Bobalo. Sekitar pukul 04.00 tim sampai di Desa Bobalo. Di desa itu kami berbagi cerita, bersama warga dan kawan-kawan lain. 

Peta :




Sekian dan terimakasih atas kunjungannya semoga bermanfaat salam lestari...




Gunung balease 2.989 mdpl

GUNUNG BALEASE 2.989 Mdpl
Kab.Luwu Utara, Sulawesi


Gunung Tolangi Balease terletak di Desa Bantimurung, Kec. Bone-Bone Kab. Luwu Utara Prov. Sulsel. Gunung Balease merupakan salah satu gunung dengan jalur paling berat dan sangat menantang di Sulawesi dan di Indonesia, karena itu gunung ini termasuk kategori extreme atau sulit didaki sehingga frekuensi pendakian ke gunung ini sangat kurang. 

Jalur pegunungan Tolangi Balease memiliki jalur tanjakan yang sangat panjang dengan medan yang sangat sulit juga sumber air yang hanya terdapat saat star pendakian. Waktu tempuh normal yang diperlukan untuk pendakian di gunung ini yaitu 9 - 10 Hari pulang pergi, sehingga betul-betul para pendaki harus mempersiapkan fisik dan mental yang sempurna. 
Gunung Tolangi Balease merupakan hamparan pegunungan yang sangat luas dan bentangannya mencakup 6 kabupaten sampai di perbatasan Sulawesi Tengah yang juga masih termasuk dalam jajaran pegunungan Quarless. Gunung ini memiliki 2 titik ketinggian yaitu Puncak Tolangi 3016 MDPLdan Puncak Balease 2989 MDPL.
Hari pertama dimulai dengan melewat jalan aspal sejauh 3 Km dengan pemandangan hamparan persawahan dan tampak pula pegunungan balease yang membentang luas, setelah itu kami mampir di rumah Pak Nazruddin untuk melapor sekaligus mengisi buku tamu pendaki.

Setelah itu perjalanan diteruskan dengan melewati jalan pengerasan berbatu dengan medan naik turun sejauh 4 Km, sampai menemukan perpotongan sungai kedua. Sungai ini bernama Sungai Bone-bone yang juga merupakan titik awal perjalanan mendaki dan juga merupakan sumber air terakhir dimana hari-hari berikutnya hanya akan ditemui sumber air yang berupa genangan. Kami pun beristirahat sejenak di tempat ini sambil bercengkrama dengan 2 orang warga transmigrasi yang kebetulan juga sedang beristirahat di sungai ini. Tidak lupa seluruh wadah air kami isi penuh untuk persiapan 2 hari kedepan.
Keesokan harinya perjalanan diteruskan dengan jalur tanjakan tracking sampai menemukan sebuah Pos yang dinamakan Pos Daki. di tempat ini terdapat botol-botol yang terisi penuh air, kami pun langsung memindahkanya ke wadah air yang kami bawa. Jalur selanjutnya melewati punggungan dengan elevasi 50 derajat dimana terdapat banyak tanaman berduri yang tumbuh subur disepanjang jalan. Jalurnya terkadang melewati tanjakan panjang dan menyipir, naik turun bukit sampai akhirnya menemukan sebuah lokasi yang cukup luas dimana kami memutuskan untuk menginap.
Hari ketiga masih melewati jalur yang sama dengan hari-hari kemarin dan jalur hari ketiga ini kita sudah mulai memasuki hutan semi lumut dengan suhu yang tidak terlalu dingin setelah melewati beberapa bukit, kami menemukan genangan air yang terdapat di jalur pendakian. Wadah air pun diisi penuh lalu kami pun melanjutkan perjalanan kearah bukit yang terbuka dengan tanjakan yang sangat berat dan berlumut.
Di jalur ini pula terdapat beberapa jalur tanjakan akar pohon yang cukup tinggi dan untuk melewatinya membutuhkan kekuatan mengangkat badan karena kita harus berpijak di akar yang licin dengan beban carrier yang sangat berat.
Setelah melewati beberapa jalur tanjakan yang sangat berat, akan ditemukan sebuah wadah yang terbuat dari ponco yang kebetulan saat itu terisi penuh oleh air hujan. Sumber air ini hanya akan terisi pada saat hujan, jadi bisa dibayangkan kalau sepanjang pendakian tidak pernah turun hujan.

Jalur selanjutnya melewati puncak-puncak bukit yang saling berhubungan dengan jalur naik turun, disepanjang jalan tampak pemandangan yang sangat menakjubkan dimana pegunungan yang tertutup kabut dengan sinar matahari sore yang menembus dicelah-celah awan, hembusan angin semakin terasa kuat karena kita sudah berada di tempat ketinggian yang terbuka.

Setelah berjalan sekitar 3 jam, sampailah kami di sebuah tempat luas yang banyak terdapat botol-botol yang terisi air hujan. ditempat inilah kami akan menginap malam ini. kami hanya beraktifitas di dalam tenda karena hujan rintik-rintik turun sejak perjalanan tadi.

Jalur keesokan harinya, kami masih melewati tanjakan panjang, dimana sepanjang jalan banyak jalur-jalur yang harus melewati lorong-lorong yang terdapat di bawah akar pohon, jalur ini merupakan jalur yang sulit dan membutuhkan kesabaran juga kehati-hatian.

Jalur menuju Puncak Tolangi banyak melewati bukit-bukit yang memanjang dengan jalur yang sangat terbuka dan banyak terdapat tanaman semak-semak dan rerumputan liar serta pepohonan yang kerdil-kerdil.
Dari tempat ini kita sudah dapat melihat jajaran Puncak Tolangi yang berbentuk kerucut, sehingga para pendaki dapat memperkirakan model tanjakan selanjutnya yang akan dilewati. Hutan pegunungan Balease merupakan hutan tropis yang memiliki tipe hutan berbukit-bukit namum tidak terdapat sungai yang mengalir sepanjang tahun, yang ada hanya air yang mengalir saat hujan. Untuk itu manajemen air harus menjadi prioritas dalam pendakian ke gunung ini.
Puncak Tolangi merupakan titik tertinggi dari pegunungan ini dengan ketinggian 3016 MDPL, puncak ini merupakan sebuah tempat yang cukup terbuka dan layak mendirikan camp dimana terdapat sebuah wadah dari jas hujan juga terdapat botol-botol yang terisi air hujan.

Meskipun merupakan titik tertinggi namun pendakian belum dianggap berhasil bila tidak menginjakkan kaki di Puncak yang namanya sama dengan nama pegunungan ini yaitu Puncak Balease meskipun ketinggiannya masih dibawah Puncak Tolangi. Setelah mengambil dokumentasi, kami pun bergerak kearah Puncak Balease dengan jalur naik turun yang melewati banyak jurang dan lembah juga banyak terdapat jalur yang ditutupi lumut yang sangat tebal dengan suhu yang sangat dingin dan berkabut.
Setelah menuruni beberapa lembah yang curam, sekitar 2 jam perjalanan akan ditemukan sebuah tempat yang sangat luas seperti  lapangan sepakbola. tempat ini terbentuk secara alami sejak lama dan berada tepat di kaki Puncak Balease. Jika hujan keras, tempat ini terendam oleh air setinggi lutut orang dewasa namum jika kering tempat ini dijadikan lokasi camp terakhir sebelum menuju ke Puncak Balease.
Dari lapangan tersebut, jalur selanjutnya yaitu menanjak kearah Puncak dengan kemiringan 60 derajat. Jalurnya hampir sama dengan model jalur ke Puncak Tolangi yaitu melewati jalur yang terbuka dengan tiupan angin yang kencang, sekitar 1 Jam tibalah kami di Puncak Balease dengan ketinggian 2989 MDPL.




Terimakasih Atas Kunjungannya Semoga Bermanfaat Salam Lestari...